Rabu, 28 Agustus 2013

Etika [filsafat moral]

Etika [filsafat moral]

pernah di publikasikan di Facebook 14 Mei 2013 pukul 20:32
Seandainya Tuhan tidak ada [Allah], semuanya di perbolehkan, itulah pernyataan pengarang Rusia yang bernama Dostoyevski. Memang tidak bisa di pungkiri kebanyakan aturan moral [masalah etis] banyak bersumber dari Tuhan via agamanya masing-masing [baik agama ibrahim-yahudi, kristen, islam-]. Dan dalam pergaulan sehari-hari kita juga tidak asing lagi terhadap pernyataan semacam itu, dengan varian yang lain. Pernahkah kita mendengar pertanyaan (?) "kenapa yang enak-enak dilarang oleh agama?", dan juga pertanyaan yang bersifat pemberontakan[terkadang bernada melecehkan], "jika di neraka panas, nanti kita jualan ES?". Sampai pada kegiatan sweiping diskotik pada bulan ramadhan, Sweping pecalang pada hari Nyepi. macam itu adalah produk dari masyarakat beragama. jika tidak ada Tuhan semuanya di bolehkan. Agamalah yang sangat menjunjung tinggi nilai moral [etic]

Tetapi seiring berkembangnya masyarakat Sekuler, pernyataan diatas di bantah oleh Tokoh Atheis John Paul Sartre [Filsuf atheis]. justru sangat menuduh dengan keras terhadap agama yang banyak melanggar etic [moral]. berapa banyak perang, penindasan, penganiayaan, teroris, yang terinspirasi oleh agama? dan dari kejahatan itu semua sangat mengurangi MUTU etis agama. dan katanya konsep baik dan buruk tidak monopoli dari masyarakat beragama saja.

Sekarang koreksi dari masyarakat generasi baru terhadap mereka berdua. Kenapa mereka mempunyai pernyataan dan pemikiran demikian itu. karena mereka berdua lahir dari masyarakat agama yang dianut mayoritas negara barat sekarang. Meskipun tanpa di pungkiri masyarakat agama di timur maupun barat masih banyak yang mempunyai pemikiran sama macam itu. Masyarakat agama kebanyakan terlalu mempersonifikasikan Tuhan. Tuhan seringkali di jelaskan sebagai Dzat dan person lain yang maha dan super. maka muncullah sosok dewa-dewa. bukankah kita juga sering memahami tuhan sebagi versus kita hanya saja Maha dan super sebagai person yang bukan tandingan makhluk pada umumnya. bukankah kita memahami tuhan dengan mempersonkannya [memberhalakanya]. Makanya muncuk istilah membela tuhan, perang demi tuhan. bukankah tuhan kita adalah Tuhannya Kebaikan sekaligus tuhanya keburukan, tuhannya kebenaran dan tuhan kejahatan.



Murdianadhif Dplato

Tidak ada komentar:

Posting Komentar